Artikel
Uang Haram, Zakat Tetap Haram? Mengurai Hukum Zakat dari Harta Korupsi Menurut Dalil Shahih
LAZGIS Peduli
2 September 2025
Uang Haram, Zakat Tetap Haram? Mengurai Hukum Zakat dari Harta Korupsi Menurut Dalil Shahih

Korupsi, sebuah kata yang menusuk dan menggerogoti sendi-sendi bangsa. Setiap hari, berita tentang pejabat yang terjerat kasus korupsi tak ada habisnya. Harta melimpah yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, malah menjadi kekayaan pribadi.

Di sisi lain, kewajiban menunaikan zakat adalah rukun Islam yang penting. Namun, bagaimana jika harta yang akan dizakatkan itu adalah hasil dari korupsi? Apakah zakatnya sah? Pertanyaan ini seringkali muncul dan menjadi perdebatan hangat di tengah masyarakat. Melalui artikel ini, GIS Peduli akan mengupas tuntas masalah ini berdasarkan dalil yang kuat dan data yang relevan.


Zakat: Mensucikan Harta, Bukan Mensucikan Dosa

Zakat secara bahasa artinya "suci, tumbuh, berkah". Zakat adalah ibadah yang bertujuan untuk membersihkan harta dari hak orang lain yang mungkin ada di dalamnya. Allah SWT berfirman:

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. At-Taubah: 103)

Ayat ini secara jelas menegaskan bahwa zakat adalah alat untuk membersihkan dan menyucikan harta. Namun, dalam konteks harta hasil korupsi, yang terjadi justru sebaliknya. Harta tersebut didapat dengan cara yang kotor dan merugikan orang banyak. Lantas, apakah harta yang kotor bisa disucikan dengan zakat?


Harta Haram, Zakat Pun Haram: Pendekatan Fiqih Kontemporer

Mayoritas ulama kontemporer sepakat bahwa zakat yang dikeluarkan dari harta hasil korupsi hukumnya tidak sah dan tidak diterima. Alasannya sangat mendasar:

  1. Harta Korupsi Bukan Milik Penuh Pelaku Korupsi Zakat hanya diwajibkan atas harta yang dimiliki secara penuh (milkuntam), diperoleh dengan cara yang halal, dan bebas dari hak orang lain. Harta korupsi adalah harta yang didapat dari mencuri hak rakyat. Harta itu milik negara atau masyarakat, bukan milik pribadi pelaku korupsi.
  2. Syarat Harta yang Dizakati Adalah Harta yang Baik (Halal) Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. Al-Baqarah: 267)

Ayat ini dengan tegas melarang kita untuk menginfakkan atau menzakati harta yang tidak baik. Harta hasil korupsi jelas termasuk kategori "buruk-buruk" karena diperoleh dengan cara yang merugikan dan zalim.


Data dan Fakta: Korupsi Merusak Ekonomi dan Kesejahteraan

Menurut data dari Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2024 berada di angka 34, yang menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara. Ini menunjukkan bahwa masalah korupsi di Indonesia masih sangat serius. Kerugian negara akibat korupsi setiap tahunnya mencapai triliunan rupiah.

Bayangkan, uang yang seharusnya bisa membangun sekolah, rumah sakit, atau infrastruktur publik lainnya, malah masuk ke kantong-kantong pribadi. Uang inilah yang kemudian "seolah-olah" dizakati. Zakat yang dikeluarkan dari harta tersebut tidak akan membersihkan dosa korupsi, justru bisa menjadi ibadah yang sia-sia karena dasarnya adalah harta yang tidak sah.


Lalu, Apa yang Harus Dilakukan dengan Harta Korupsi?

Jika seorang koruptor ingin bertaubat dan kembali ke jalan yang benar, langkah pertama yang harus dilakukan bukanlah membayar zakat. Ulama sepakat bahwa harta hasil korupsi wajib dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu negara atau rakyat. Ini adalah bentuk taubat yang paling utama dan mutlak.

Dalam pandangan fiqih, harta korupsi termasuk dalam kategori "harta ghulul" atau harta curian. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Barang siapa mengambil harta ghulul (harta rampasan/korupsi) dari umat, maka dia akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan membawa harta tersebut di pundaknya." (HR. Muslim)

Jika harta tersebut tidak dapat diidentifikasi secara spesifik kepada siapa harus dikembalikan (misalnya karena korupsi dana proyek yang tidak jelas), maka harta tersebut bisa diserahkan ke Baitul Mal atau lembaga amil zakat untuk disalurkan ke kepentingan umum (misalnya membangun jalan, jembatan, dan lain-lain). Namun, niatnya bukan untuk zakat, melainkan sebagai bentuk pengembalian hak kepada masyarakat.


Zakat untuk Harta Halal, Bukan Harta Haram

Zakat adalah ibadah yang sakral dan mulia. Tujuannya adalah untuk mensucikan harta dan jiwa, serta membantu mereka yang membutuhkan. Zakat hanya akan sah jika dikeluarkan dari harta yang baik dan diperoleh dengan cara yang halal.

Menunaikan zakat dari hasil korupsi tidak akan menghapus dosa korupsi. Dosa tersebut hanya akan terhapus jika pelaku bertaubat nasuha dan mengembalikan harta yang dicurinya kepada yang berhak. Zakat dari harta korupsi ibarat mencuci lumpur dengan air kotor; tidak akan bersih, malah semakin keruh.

Mari kita dukung program-program yang berfokus pada pencegahan korupsi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya integritas. Dengan demikian, kita bisa menciptakan masyarakat yang bersih, adil, dan sejahtera, di mana setiap harta yang dizakatkan berasal dari sumber yang halal dan membawa keberkahan.

GIS Peduli mengajak #OrangBaik untuk selalu peduli dengan sumber harta kita. Jadikanlah harta yang kita miliki sebagai sumber kebaikan yang mengantarkan kita pada ridha Allah SWT. Salurkan zakat, infak, dan sedekah Anda melalui GIS Peduli untuk program-program yang bermanfaat bagi umat.

Bagikan artikel ini
Artikel Terkait