Korupsi, sebuah kata yang menusuk dan menggerogoti sendi-sendi bangsa. Setiap
hari, berita tentang pejabat yang terjerat kasus korupsi tak ada habisnya.
Harta melimpah yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, malah
menjadi kekayaan pribadi.
Di sisi lain,
kewajiban menunaikan zakat adalah rukun Islam yang penting. Namun, bagaimana
jika harta yang akan dizakatkan itu adalah hasil dari korupsi? Apakah zakatnya
sah? Pertanyaan ini seringkali muncul dan menjadi perdebatan hangat di tengah
masyarakat. Melalui artikel ini, GIS Peduli akan mengupas tuntas masalah ini
berdasarkan dalil yang kuat dan data yang relevan.
Zakat:
Mensucikan Harta, Bukan Mensucikan Dosa
Zakat secara
bahasa artinya "suci, tumbuh, berkah". Zakat adalah ibadah yang
bertujuan untuk membersihkan harta dari hak orang lain yang mungkin ada di
dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (QS. At-Taubah: 103)
Ayat ini secara
jelas menegaskan bahwa zakat adalah alat untuk membersihkan dan menyucikan
harta. Namun, dalam konteks harta hasil korupsi, yang terjadi justru
sebaliknya. Harta tersebut didapat dengan cara yang kotor dan merugikan orang
banyak. Lantas, apakah harta yang kotor bisa disucikan dengan zakat?
Harta Haram,
Zakat Pun Haram: Pendekatan Fiqih Kontemporer
Mayoritas ulama
kontemporer sepakat bahwa zakat yang dikeluarkan dari harta hasil korupsi
hukumnya tidak sah dan tidak diterima. Alasannya sangat mendasar:
"Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji." (QS. Al-Baqarah: 267)
Ayat ini dengan
tegas melarang kita untuk menginfakkan atau menzakati harta yang tidak baik.
Harta hasil korupsi jelas termasuk kategori "buruk-buruk" karena
diperoleh dengan cara yang merugikan dan zalim.
Data dan Fakta:
Korupsi Merusak Ekonomi dan Kesejahteraan
Menurut data
dari Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada
tahun 2024 berada di angka 34, yang menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari
180 negara. Ini menunjukkan bahwa masalah korupsi di Indonesia masih sangat
serius. Kerugian negara akibat korupsi setiap tahunnya mencapai triliunan
rupiah.
Bayangkan, uang
yang seharusnya bisa membangun sekolah, rumah sakit, atau infrastruktur publik
lainnya, malah masuk ke kantong-kantong pribadi. Uang inilah yang kemudian
"seolah-olah" dizakati. Zakat yang dikeluarkan dari harta tersebut
tidak akan membersihkan dosa korupsi, justru bisa menjadi ibadah yang sia-sia
karena dasarnya adalah harta yang tidak sah.
Lalu, Apa yang
Harus Dilakukan dengan Harta Korupsi?
Jika seorang
koruptor ingin bertaubat dan kembali ke jalan yang benar, langkah pertama yang
harus dilakukan bukanlah membayar zakat. Ulama sepakat bahwa harta hasil
korupsi wajib dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu negara atau rakyat.
Ini adalah bentuk taubat yang paling utama dan mutlak.
Dalam pandangan
fiqih, harta korupsi termasuk dalam kategori "harta ghulul" atau
harta curian. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barang
siapa mengambil harta ghulul (harta rampasan/korupsi) dari umat, maka dia akan
bertemu Allah pada hari kiamat dengan membawa harta tersebut di
pundaknya." (HR. Muslim)
Jika harta
tersebut tidak dapat diidentifikasi secara spesifik kepada siapa harus
dikembalikan (misalnya karena korupsi dana proyek yang tidak jelas), maka harta
tersebut bisa diserahkan ke Baitul Mal atau lembaga amil zakat untuk disalurkan
ke kepentingan umum (misalnya membangun jalan, jembatan, dan lain-lain). Namun,
niatnya bukan untuk zakat, melainkan sebagai bentuk pengembalian hak kepada
masyarakat.
Zakat untuk
Harta Halal, Bukan Harta Haram
Zakat adalah
ibadah yang sakral dan mulia. Tujuannya adalah untuk mensucikan harta dan jiwa,
serta membantu mereka yang membutuhkan. Zakat hanya akan sah jika dikeluarkan
dari harta yang baik dan diperoleh dengan cara yang halal.
Menunaikan
zakat dari hasil korupsi tidak akan menghapus dosa korupsi. Dosa tersebut hanya
akan terhapus jika pelaku bertaubat nasuha dan mengembalikan harta yang
dicurinya kepada yang berhak. Zakat dari harta korupsi ibarat mencuci lumpur
dengan air kotor; tidak akan bersih, malah semakin keruh.
Mari kita
dukung program-program yang berfokus pada pencegahan korupsi dan peningkatan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya integritas. Dengan demikian, kita bisa
menciptakan masyarakat yang bersih, adil, dan sejahtera, di mana setiap harta
yang dizakatkan berasal dari sumber yang halal dan membawa keberkahan.
GIS Peduli mengajak #OrangBaik untuk selalu peduli dengan sumber harta kita.
Jadikanlah harta yang kita miliki sebagai sumber kebaikan yang mengantarkan
kita pada ridha Allah SWT. Salurkan zakat, infak, dan sedekah Anda melalui GIS
Peduli untuk program-program yang bermanfaat bagi umat.